Tuesday, February 6, 2018

BALI 9 destinasi pure terbaik untuk wisatawan

BALI


Bali merupakan sebuah Pulau yang memiliki sejuta pesona dan panaroma alam yang menakjubkan dan masih banyak yang tersembunyi, sehingga masih banyak orang yang belum mengetahui akan keindahan dan tempat keren yang ada di Bali. Bali punya banyak Spot objek wisata keren, mulai dari Situs budaya, situs bersejarah, spot foto foto kekinian , sampai air terjun yang sangat memanjakan mata dan harus segera kalian explore.
Baiklah agar tidak panjang lebar, langsung saja ke titik tujuan artikel ini kami buat, Artikel ini bertujuan Untuk memudahkan Anda menemukan tempat wisata di Bali yang paling indah, Terbaru dan di rekomendasikan untuk Anda Jelajahi. Berikut kami ulas secara singkat 50 Tempat Wisata di Bali Terbaru yang harus segera Anda explore.
1. Garuda Wisnu Kencana
Lokasi: Jl. Raya Uluwatu, Ungasan, Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali
Patung Garuda Wisnu Kencana berlokasi di Bukit tinggi jimbara bali. Patung ini berdiri menjulang di dalam kompleks Taman Budaya garuda wisnu kirana dan merupakan karya pematung terkenal Bali, I nyoman torama. Monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan indonesia.
Patung tersebut berwujud Dewa wisnu yang dalam agama Hindu adalah Dewa Pemelihara (Sthiti), mengendarai burung Garuda. Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.
Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa dua hingga Tanah lot. Patung Garuda Wisnu Kencana ini merupakan simbol dari misi penyelamatan lingkungan dan dunia. Patung ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat 4.000 ton, dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter. Jika pembangunannya selesai, patung ini akan menjadi patung terbesar di dunia dan mengalahkan Patung liberty.
2. Pura Ulun Danu Bratan
Lokasi: Jl. Bedugul – Singaraja, Candikuning, Baturiti, Candikuning, Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali

Pura Ulun Danu Bratan atau Bratan Pura merupakan sebuah candi air besar di bali, indonesia - candi utama air lainnya menjadi Pura Ulun Danu Batur. Kompleks candi ini terletak di tepi barat laut danau Bbratan di pegunungan dekat bedugul. candi air memenuhi seluruh wilayah di daerah aliran; di tepi hilir ada banyak candi kecil air yang spesifik untuk setiap asosiasi irigasi (subak)
Candi ini sebenarnya digunakan untuk upacara persembahan untuk dewi Dewi Danu, dewi air, danau dan sungai. Danau Bratan merupakan salah satu danau penting dalam hal irigasi.
Kompleks ini dibangun pada tahun 1633 yang tersebar di beberapa pulau. Meru, dengan sebelas atap didedikasikan untuk siwa dan istrinya parwati buddha pun juga memiliki tempat dalam kuil dewa Hindu tersebut.
Danau Bratan dikenal sebagai danau "gunung suci", kawasan ini sangat subur, terletak pada ketinggian 1.200 meter, dan beriklim sangat dingin.

3. Tanah Lot

Lokasi: Beraban, Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali
Pura dibangun pada dua tempat yang berbeda. Satu pura terletak di atas bongkahan batu besar, dan satunya lagi terletak di atas tebing yang menjorok ke laut mirip dengan Pura Uluwatu. Tebing inilah yang menghubungkan pura dengan daratan. Serta bentuk tebing melengkung seperti jembatan.
Pura Tanah Lot merupakan bagian dari Pura Kahyangan Jagat di Bali, ditujukan sebagai tempat memuja dewa penjaga laut. Pada saat air laut pasang, pura akan kelihatan dikelilingi air laut. Di bawahnya terdapat goa kecil yang didalamnya ada beberapa ular laut.

Ular Suci

Ular laut memiliki ciri-ciri, berekor pipih seperti ikan, berwarna hitam berbelang kuning. Menurut cerita, ular laut tersebut adalah jelmaan dari Daya tarik utama pura Tanah Lot Tabanan sebagai tempat wisata terletak pada.
  • Keunikan lokasi pura yang berada diatas batu karang besar. Pada saat air laut pasang, pura akan terlihat berada di tengah laut.

4. Pura Taman Saraswati

Lokasi: Jl. Kajeng, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali
Hampir sebagian besar wisatawan mancanegara dan domestik, selalu merencanakan untuk mengunjungi tempat wisata di Ubud. Disini tersedia banyak hotel dari kelas bintang lima sampai dengan hotel melati.
Seperti yang anda tahu, pura adalah tempat suci agama hindu di Bali dan pura Taman Saraswati Ubud adalah salah satunya. Pura ini, sesuai dengan namanya adalah tempat pemujaan Dewi Saraswati (Dewi Pengetahuan). Lokasi dari pura ini, terdapat di jalan raya Ubud.
Pura Taman Saraswati Ubud, sedikit berbeda dari pura-pura lain yang ada di Bali. Pura ini memiliki kolam yang banyak terdapat bunga teratai dan kolam teratai inilah, daya tarik utama dari pura Saraswati.

5. Pura Tirta Empul

Lokasi: Jl. Tirta, Manukaya, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali

Gemericik air yang mengalir dari bongkahan batu berbentuk cangkang keong dan memenuhi kolam petirtaan menjadi daya tarik utama dari Pura Tirta Empul. Berada pada ketinggian 700 mdpl menjadikan kompleks mata air suci ini memiliki hawa sejuk dan menenteramkan. Di tempat ini kamu bisa berkontemplasi sekaligus membasuh diri.

Rimbunnya pepohonan disertai hawa sejuk khas dataran tinggi mengiringi sepanjang perjalanan menuju Pura Tirta Empul di tengah Pulau Bali. Lantas sesampainya di dalam, gemercik pancuran aliran air suci merasuk hingga ke dalam relung jiwa. Sekejap suasana batin langsung terbuai damai. Relung jiwa tak kuasa menahan aura magis yang ada, serasa ikut hanyut mengikuti aliran air di kompleks petirtaan suci bagi umat Hindu Pulau Dewata ini.
Menurut cerita dari masyarakat setempat, Pura Tirta Empul merupakan sebuah bangunan suci kuno yang menyimpan sebuah legenda perseteruan antara seorang raja yang tamak dengan para dewa. Diceritakan pada zaman dahulu bertahta seorang Raja Kerajaan Bali yagn sangat sakti dan tak tertandingi bernama Mayadanawa dari keturunan Daitya atau raksasa. Raja Mayadanawa adalah anak dari seorang dewi Danu Batur Kesaktiannya adalah mampu mengubah wujudnya menjadi segala bentuk yang diinginkannya. Dengan kesaktiannya tersebut si raja mampu menaklukan daerah kekuasaan kerajaan-kerajaan lain seperti Bugis, Makasar, Sumbawa, Lombok, dan Blambangan di Banyuwangi.
Karena keberhasilannya menundukkan kerajaan lain, Raja Mayadanawa menjadi sombong. Kemudian ia melarang rakyatnya beribadah kepada dewa dan sebagai gantinya memerintahkan mereka untuk menyembah dirinya yang dirasa sangat sakti. Sejak saat itu rakyat mulai sengsara hingga kemudian timbul bencana kekeringan dan wabah penyakit di mana-mana.
Menyadari hal tersebut, seorang Mpu bernama Mpu Kul Putih melakukan semadi dan memohon bantuan dari para dewa. Tak lama kemudian datanglah Dewa Bathara Indra beserta pasukannya memasuki keraton Raja Mayadanawa. Pertempuran pun terjadi dan dimenangkan pasukan Dewa Bathara Indra. Tak mau mengakui kekalahannya, pada tengah malam Raja Mayadanawa membuat sebuah mata air beracun di sebuah desa di Tampaksiring, dekat tempat peristirahatan pasukan Dewa Bathara Indra. Mengetahui kelicikan Raja Mayadanawa tersebut Dewa Bathara Indra langsung membuat mata air suci lainnya beserta tempat peribadatan berupa pura yang kini dinamakan sebagai mata air Pura Tirta Empul.
Setelah itu, para pasukan DEWA BHATARA INDRA meminum mata air suci Pura Tirta Empul dan dengan sekejap sembuh. Pengejaran Raja Mayadanawa pun kembali dilanjutkan. Mengetahui dirinya terdesak, raja angkuh tersebut mengubah dirinya menjadi batu paras namun tetap diketahui oleh Dewa Bathara Indra. Kemudian dipanahlah batu paras tersebut dan Raja Mayadanawa menemui ajalnya. Kematian Raja Mayadanawa tersebut hingga saat ini oleh masyarakat Hindu Bali diperingati sebagai Hari Raya Galungan yang bermakna kemenangan DARMA atau kebaikan atas adharma atau Kompleks bangunan suci Pura Tirta Empul terdiri dari tiga bagian yakni bagian ‘Nista Mandala’ atau bagian paling luar (jabe sisi), kemudian bagian ‘Madya Mandala’ atau bagian tengah kompleks pura (jabe tengah), dan ‘Utama Mandala’ atau bagian utama (jeroan). Pada bagian tengah kompleks petirtaan di Pura Tirta Empul atau bagian Madya Mandala inilah terdapat dua buah kolam air berbentuk persegi panjang.
Di sisi kolam petirtaan suci ini terdapat pancuran air berbentuk seperti cangkang keong sebanyak 30 buah yang berderet rapi membujur dari barat ke timur. Masing-masing pancuran memiliki nama seperti Pancuran Penglukatan, Pancuran Pembersihan, Pancuran Sudamala, Pancuran Cetik atau Pancuran Racun, dan lain-lain.
Tak hanya umat Hindu Bali dan masyarakat lokal saja yang melukat (ritual pembersihan diri menggunakan sumber air suci) di kompleks kolam petirtaan suci Pura Tirta Empul. Pengunjung dan masyarakat umum pun diperbolehkan ikut melakukan prosesi melukat di kolam ini. Adapun syarat yang harus ditaati oleh pengunjung adalah menggunakan kamen atau semacam sarung adat khas Bali yang biasa dikenankan oleh umat Hindu Bali saat bersembahyang di dalam pura.
Ritual pelukatan di kompleks petirtaan suci ini biasa diawali dengan meletakan canang atau sesajen di atas batu pancuran air. Kemudian canang tersebut diisi dupa yang dibakar dan didoakan. Setelah itu baru ritual pelukatan dimulai dengan membasuh seluruh tubuh dari ujung kepala menggunakan sumber mata air suci dan diulang terus hingga sampai ke pancuran paling ujung.

Lokasi dan Akses Menuju Pura Tirta Empul

Pura Tirta Empul terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Untuk mencapai tempat ini kamu wajib membawa kendaraan pribadi, sebab tidak ada angkutan umum yang melayani trayek ke tempat ini. Dari Kota Denpasar tempat ini bisa ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara dengan rute Denpasar – Ubud – Kintamani. Jalannya sudah baik dan lebar sehingga jarang terjadi kemacetan lalu lintas

6. Pura Puseh Desa Batuan

Lokasi: Jl. Raya Batuan, Batuan, Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali

Informasi Umum

Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali adalah salah satu tempat wisata yang berada di Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali adalah tempat wisata yang ramai dengan wisatawan pada hari biasa maupun hari liburan. Tempat ini sangat indah dan bisa memberikan sensasi yang berbeda dengan aktivitas kita sehari hari. 

Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali memiliki pesona keindahan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Sangat di sayangkan jika anda berada di kota Gianyar tidak mengunjungi Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali yang mempunyai keindahan yang tiada duanya tersebut. 

Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali sangat cocok untuk mengisi kegiatan liburan anda, apalagi saat liburan panjang seperti libur nasional, ataupun hari libur lainnya.  Keindahan Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali ini sangatlah baik bagi anda semua yang berada di dekat atau di kejauhan untuk merapat mengunjungi tempat Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali di kota Gianyar.

Daya Tarik


Wisata Pura Puseh Desa Batuan di Sukawati Gianyar Bali merupakan sebuah bangunan cagar budaya yang dimana terdapat bangunan panggung tempat pementasan Tari Gambuh, serta menjadi tempat dimana pengunjung mendapat pinjaman secarik kain yang wajib dipakai untuk masuk ke dalam pura. Bagian luar Pura Puseh Pura Desa Batuan memiliki ornamen ukir yang njlimet, halus dan indah. Pura tua ini kabarnya telah mengalami beberapa kali renovasi untuk sampai kepada bentuknya saat ini.

Gerbang masuk Pura Puseh Pura Desa Batuan berupa candi bentar terbuat dari susunan bata merah yang dihias ornamen bunga dan bentuk-bentuk ikal yang lazim ada di bangunan pura. Candi bentar ini membatasi nista mandala (jaba pisan, bagian luar pura) dengan madya mandala (jaba tengah, bagian tengah pura).
Pada dinding sebelah kiri terdapat tengara dalam huruf Bali dan latin yang berbunyi: “Pr Puseh Pr Desa, Desa Adat Batuan, Saka 944”, yang memberi informasi tahun berdirinya.

 Di sebuah bagian jaba jero Pura Puseh Pura Desa Batuan beberapa orang turis tengah mendengar penjelasan pemandunya sambil berlindung dari sengat matahari. Bagian tengah yang terbuka tanpa pohon peneduh memang terasa panas menjelang siang hari. Berbeda jika pura berada di pegunungan, yang terasa tidak begitu panas meskipun siang hari karena hawa dan silir angin yang dingin.

Sebuah patung raksasa dengan ukiran halus terlihat di sebuah bangunan di Pura Puseh Pura Desa Batuan, demikian juga ukiran pada patung yang berada di latar belakang namun dengan detail muka yang berbeda. Pura Puseh Pura Desa Batuan merupakan bagian dari pura Khayangan Tiga yang diajarkan kepada masyarakat Hindu Bali oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakretha yang datang dari Jawa pada 923 Saka atau 1001 Masehi.

7. Pura Luhur Uluwatu

Lokasi: Pecatu, Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali
Tempat wisata di Bali tidak melulu pantai, pantai dan pantai. Bali juga memiliki daya tarik wisata yang cukup kuat untuk objek wisata religi yang biasanya disucikan, terutama untuk pura-pura yang sangat disucikan dan tentunya pemandangan yang sangat indah disekelilingnya. Beberapa pura di Bali yang sangat populer hingga ke seluruh dunia bukan hanya karena daya tarik religinya, namun juga menawarkan pemandangan yang indah diantaranya adalah di Pura Tanah Lot, Pura Ulun Danu Beratan, Pura Besakih dan Pura Luhur Uluwatu. Pura yang disebut terakhir inilah yang akan diulas dalam tulisan saya kali ini dalam blog nnoart.

Pura Luhur Uluwatu atau yang juga cukup populer disebut Pura Uluwatu, merupakan sebuah pura yang berada di ujung paling selatan Pulau Bali, tepatnya di Desa Pecatu, Kuta Selatan. Pura ini berada di tebing karang yang menjorok ke laut yang berada pada ketinggian 97 meter diatas permukaan laut. Itulah sebabnya dari kawasan Pura Luhur Uluwatu, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah tebing karang yang tinggi serta birunya laut dibawahnya yang jernih, hempaasan ombak yang sayup-sayup terdengar serta indahnya matahari terbenam, pengunjung dapat menghabiskan waktu bersama keluarga atau kerabat untuk memandangi keindahan sunset.

Penjelasan lebih detailnya mengenai Pura Luhur Uluwatu, baik itu lokasinya, sejarah, daya tarik wisata serta aktivitas favorit pengunjung, upacara keagamaan yang biasanya diadakan, tari kecak, hotel terdekat, foto-foto dan sebagainya mengenai Pura Luhur Uluwatu Bali adalah sebagai berikut:
Pura Luhur Uluwatu berada di Desa Pecatu, salah satu desa di ujung selatan pulau Bali yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Di Desa Pecatu tersebut, Pura Luhur Uluwatu berada di sebelah barat daya. Hal ini berarti tempat religius ini berada di ujung barat daya pulau Dewata.

Sejarah Pura Luhur Uluwatu


Pura Luhur Uluwatu di Bali ini berstatus sebagai Pura Sad Kayangan Jagat, oleh umat Hindhu dipercaya sebagai penyangga poros mata angin (9 mata angin) di pulau Dewata. Pura lainnya di Bali yang memiliki status sama seperti Pura Uluwatu (menurut lontar Kusuma Dewa) ini adalah Pura Besakih, Pura Goa Lawah, Pura Lempuhyang Luhur, Pura Pusering Jagat dan Pura Luhur Batukaru.

Pura Luhur Uluwatu banyak diyakini telah dibangun sejak abad-11 oleh Mpu Kuturan, seorang pendeta suci saat itu, untuk memuja Dewa Rudra untuk memohon keselamatan. Desa Adat dan segala aturannya merupakan peninggalan dari Mpu Kuturan. Akan tetapi ada sebuah peninggalan kuno berupa candi kori gelung agung (kurung) yang menjadi pembatas antara jeroan pura dan jaba tengah dalam kawasan Pura ini yang membuat ahli sejarah memprediksi pura ini telah ada sejak abad ke 8, masa sebelum Mpu Kuturan datang ke Bali.

Selain untuk memuja Dewa Rudra dan juga tempat pemujaan oleh pendeta suci Mpu Kuturan, Pura Uluwatu juga digunakan sebagai tempat pemujaan oleh pendeta suci lainnya, yang pada akhir tahun 1550-an datang ke Bali yaitu Dang Hyang Nirartha. Pendeta suci ini mengakhiri perjalanan sucinya (Ngeluhur/Moksha) di tempat tersebut. “Luhur” dalam Pura Luhur Uluwatu berasal dari Ngeluhur yang dilakukan pendeta suci Dang Hyang Nirartha tersebut.

Diatas sudah dijelaskan asal kata Luhur dalam Pura Luhur Uluwatu. Untuk Uluwatu, merupakan bahasa sanskerta yang artinya “Puncak Batu” (ulu = ujung/atas/puncak, dan watu = batu). Penamaan Uluwatu ini tentu saja sesuai dengan lokasi dari pura ini yang berada di puncak tebing karang yang sangat tinggi.

Bagian-Bagian Pura Luhur Uluwatu


Di dalam Pura Uluwatu terdapat beberapa pura pesanakan yang ada kaitan erat dengan pura induk. Diantara pura-pura pesanakan tersebut ada Pura Bajurit, Pura Kulat, Pura Pererepan, Pura Dalem Pangleburan dan Pura Dalem Selonding. Tiap pura pesanakan ini erat kaitannya dengan Pura Luhur Uluwatu pada hari-hari piodalannya. Piodalan di Pura Luhur Uluwatu, Pura Kulat, Pura Parerepan dan Pura Bajurit jatuh pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia setiap 210 hari. Dewa Rudra merupakan manifestasi Tuhan yang dipuja di Pura Luhur Uluwatu Bali.

Di bagian depan dari Pura Luhur Uluwatu terdapat sebuah hutan kecil sebagai penyangga kesucian pura yang disebut sebagai alas kekeran. Setelah pengunjung memasuki halaman luar pura (jabaan pura), akan ada gerbang Candi Bentar yang berbentuk sayap burung melengkung menyambut para pengunjung untuk memasuki halaman tengah (jabaan tengah). Gerbang Candi Bentar merupakan salah satu peninggalan arkeologis pada abad ke-XVI. Setelah itu pengunjung akan melewati Candi Kurung untuk mencapai jeroan pura. Di depan Candi Kurung ini terdapat dwarapala (patung penjaga candi) yang berbentuk arca Ganesha. 

Ruang utama pemujaan di pura Uluwatu ini tidak diperbolehkan masuk kepada para pengunjung/wisatawan agar dapat menghormati kesucian pura Uluwatu. Akan tetapi, umat Hindhu yang akan bersembahyang diperbolehkan untuk memasuki tempat suci tersebut. Dalam ruang utama Pura Uluwatu terdapat sebuah prasada yang merupakan tempat moksa Dang Hyang Nirartha.

Saat menyusuri jalan setapak menuju Pura Uluwatu, pengunjung akan berjalan di sisi tebing yang dibatasi dengan pagar beton, dari tempat ini pengunjung dapat melihat pemandangan yang sangat indah, mulai dari tebing-tebing yang tinggi serta luasnya lautan di bawahnya serta juga mendengar suara hempasan ombak pantai di bawahnya.

Daya Tarik Wisata

Selain daya tariknya sebagai objek religi nan suci di Bali serta sebagai tempat wisata sejarah, lokasi dari Pura Luhur Uluwatu yang berada di puncak tebing karang dengan ketinggian 97 meter dengan pemandangan tebing, laut serta pantai Pecatu di bawahnya menjadi daya tarik utama. Pengunjung tidak pernah melewatkan kesempatan menikmati pemandangan yang indah tersebut saat berkunjung ke tempat wisata ini. Tidak jarang melihat pengunjung yang mengabadikan foto dirinya dengan latar pemandangan yang luar biasa itu serta suara hantaman ombak yang sayup terdengar jauh di bawah.

Dekatnya Pura Luhur Uluwatu dengan pantai Pecatu, salah satu pantai favorit buat surfing (berselancar), yang juga seringkali diadakan event internasional disitu, membuat Pura Luhur Uluwatu juga semakin terkenal.

Lokasi dari Pura Luhur Uluwatu yang secara geogratis berada di sebelah barat daya ujung pulau Bali menjadikan Pura Luhur Uluwatu menjadi salah satu spot untuk melihat sunset terbaik di Bali. Sunset di Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu diantara beberapa spot sunset populer di Bali, selain di Pantai Kuta dan Tanah Lot.

Adanya Tari Kecak yang selalu ditampilkan oleh kelompok penari yang terdiri dari 50 hingga 100an orang semakin menambah atraksi di objek wisata Pura Luhur Uluwatu ini. Tari Kecak di Pura Uluwatu biasanya dilakukan mulai dari pukul 6 petang hingga pukul 7 malam. Cerita yang ditampilkan biasanya adalah kisah 

Ramayana terutama saat Dewi Shinta diculik oleh raksasa Rahwana. Penari kecak yang biasanya merupakan lelaki ini biasanya akan duduk melingkar mengenakan kain sarung putih hitam. Suara cak-cak-cak yang bersahutan dari para penari menjadi ciri khas dari Tari Kecak ini.

Adanya Tarian Kecak saat petang hingga malam dan sunset yang indah di Pura Luhur Uluwatu membuat waktu terbaik untuk datang berwisata ke tempat ini adalah mulai dari sore hari hingga pukul 7 malam. Itulah sebabnya pengunjung selalu memadati kawasan wisata ini pada saat-saat tersebut.

Hal-Hal yang Perlu diperhatikan


Sebelum memasuki Pura Luhur Uluwatu, pengunjung wajib mengenakan pakaian yang disediakan khusus oleh pengelola tempat ini. Untuk pengunjung yang mengenakan  bawahan (celana atau rok) di atas lutut, maka harus mengenakan kain sarung. Sedangkan untuk pengunjung yang mengenakan bawahan di bawah lutut, maka cukup mengenakan selendang. Warna dari sarung dan selendang ini biasanya berwarna kuning (salempot) yang menjadi simbol penghormatan kepada kesucian pura dan juga memiliki makna sebagai pengikat niat-niat buruk dalam jiwa.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan saat berjalan-jalan dalam kawasan Pura Luhur Uluwatu adalah adanya kera-kera yang banyak berkeliaran di kawasan ini. Kera-kera ini dipercaya sebagai penjaga kesucian pura, sehingga tidak boleh berbuat yang macam-macam dengan kera ini. Akan tetapi, kebanyakan dari kera-kera ini cukup jahil dengan seringnya mengambil barang-barang pengunjung misalnya topi, kacamata, makanan ringan yang sedang dipegang, ikat rambut, tas bahkan kamera dan sebagainya.  Jika ada barang milik pengunjung yang telah diambil oleh kera disana, cukup dengan memberikan makan kepada kera tersebut agar barang yang dipegang kera bisa dilepas.

7. Pura Taman Ayun

Lokasi: Jl. Ayodya No.10, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali
Keunikan Pura Taman Ayun memiliki keunikan berupa meru bertumpang 11, padahal pura ini tidak dipergunakan oleh bangsa
wan. Meru lainnya yang ada di sana, bertumpang 9 atau 5. Pada setiap meru di Pura Taman Ayun dibuat untuk menghormati leluhur mereka. Seperti Meru Ulun Siwi yang dibuat untuk menghormati Dewi Kesuburan.  Meru ini dekat dengan subak atau sistem pengairan sawah tradisional Bali.
Taman Ayun menjadi salah satu objek wisata budaya yang berlokasi di Desa Mengwi. Selain sebagai objek wisata Budaya, Taman Ayun merupakan peninggalan bersejarah dari kerajaan Mengwi yang berbentuk taman peristirahatan atau taman rekreasi. Sebagai sebuah taman, tempat ini memiliki tempat untuk persembahyangan. Di sana ada Museum Manusa Yadnya yang letaknya bersebelahan dengan areal taman. Jadi, museum itu ada di luar area Taman Ayun namun sangat dekat.
Di dalam Museum Manusa Yadnya, Anda bisa melihat upacara kemanusiaan. Di dalamnya telah dipamerkan kehidupan manusia sejak dari dalam kandungan hingga kematian. Buat Anda yang tidak siap untuk melihat keangkerannya, sebaiknya masuk beramai-ramai dengan teman-teman ya.
Dalam sejarah tercatat bahwa Taman Ayun dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Ngurah Made Agung. Pembangunan dilakukan tahun 1634. Pada masa itu, taman ini sering digunakan untuk kegiatan kebudayaan dan kesenian serta sering dipergunakan untuk tempat menabung ayam (tajen).
Taman ini memiliki tiga bagian yaitu bagian luar (Nista Mandala), bagian dalam (Mandya Mandala), dan bagian inti ialah (Utama Mandala). Pura ini dikelilingi oleh sungai pada sisi luarnya dengan lebar lima meter. Untuk memasuki bagian dalamnya, tersedia sebuah jembatan yang diujungnya terdapat candi Bentar. Candi ini menjadi penanda gerbang utama Taman Ayun. Pada bagian inti atau Utama Mandala, setiap pengunjung tidak diperkenankan untuk masuk ke area tersebut. Hal itu karena, Utama Mandala merupakan tempat Padmasana Singgasana Sang Hyang Tri Murthi, yaitu tempat pemujaan yang saling berdampingan dengan sekitar 50 meru dan paibon.  Meru ialah tempat di mana setiap umat Hindu meletakkan sesajen atau banten ketika bersembahyang.
Pada setiap meru di pura Taman Ayun dibuat untuk menghormati leluhur mereka seperti Meru Ulun Siwi yang dibuat untuk menghormati Dewi Kesuburan. Ada pula Meru Pasek Buduk dibangun untuk menghormati leluhur dari Desa Buduk. Pengormatan itu ditujukan sebagai bukti rasa terimakasih kepada leluhur yang telah membela kerajaan Mengwi dari serangan kerajaan Blambangan dari Pulau Jawa. Meru-meru itu dikelilingi dengan kolam air yang berisi bunga teratai selebar 2 meter.
Pura Taman Ayun,  masuk kabupaten Badung dan berjarak sekitar 19 km di sebelah utara Denpasar. Untuk mencapai taman ini bisa melintasi Jl. Raya Denpasar—Gilimanuk atau melewati jalur Abiansemal dan hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit

8. Pura Petitenget

Lokasi: Jl. Petitenget, Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali
Berjarak sekitar 13 km dari Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban. Pura Petitenget bisa dicapai dalam waktu hanya setengah jam saja bila jalanan sedang lancar. Tetapi melihat kondisi area Seminyak pada saat ini, yang semakin hari semakin padat oleh kendaraan bermotor, mungkin waktu yang diperlukan untuk mencapai lokasi akan lebih dari setengah jam. Beberapa tahun yang lalu lokasi ini masih menjadi daerah eksklusif, dengan galeri-galeri yang menjual barang-barang mewah, hiburan malam yang eksklusif dan penginapan-penginapan berbintang nya. Tetapi semakin hari, semakin banyak lokasi yang menjual barang dengan harga yang cukup terjangkau dan tentu saja penginapan untuk backpacker dan hiburan malam yang relative murah. Mungkin itu sebabnya semakin hari lokasi ini semakin padat oleh wisatawan dan kendaraan bermotor. Kondisi jalan yang hanya dua jalur ini pun semakin tidak mampu menghadapi serbuan mereka. Tetapi daerah Seminyak memang menarik, sisi lain hingar bingar Bali yang dapat membuat liburan lebih terasa berkesan.
Pantai dan Pura Petitenget
Walaupun telah banyak dikunjungi wisatawan, Pantai ini tetap relatif bersih dibandingkan Pantai Kuta yang sudah sangat padat, bahkan oleh penjaja makanan dan minuman yang berlokasi disepanjang pantai. Sebelumnya Petitenget adalah hutan, yang sekarang telah berganti oleh gedung-gedung dan pertokoan modern. Di Banjar Batu Belig, Kerobokan, Kuta Utara inilah terdapat Pantai dan Pura Petitenget. Petitenget sendiri berasal dari gabungan dua kata, yaitu Peti yang berarti peti atau tempat penyimpanan dan Tenget yang berarti angker. Pura ini dibangun pada abad ke-15, yang menurut sejarah, dulu tempat ini adalah wilayah alam liar yang dipenuhi semak dan pohon-pohon besar. Pada lokasi ini sebenarnya ada dua Pura yang berdampingan, yaitu Pura Petitenget dan Pura Masceti.
Sejarah Pura Petitenget
 
Sejarah Pura berawal dari cerita tentang seorang Pendeta yang bernama Dang Hyang Dwijendra yang meninggalkan Pulau Serangan dan tiba di sebuah desa yang sekarang dikenal sebagai daerah Kerobokan. Di desa ini beliau melihat bayangan berukuran raksasa yang bersembunyi di balik semak-semak belukar. Beliau menyebut bayangan tersebut Bhuto Ijo, yang tak lain adalah anak dari Bhatara Labuhan Masceti. Bhuto Ijo adalah roh yang diyakini memiliki wajah yang sangat menyeramkan.
 
Singkat cerita, sebelum Pendeta tersebut meninggalkan desa, ia memberi Bhuto Ijo kotak penyimpanan seperti peti dan memintanya untuk menjaga kotak tersebut. Setelah itu ia berangkat dan bermeditasi di Pura Uluwatu, setelah beberapa saat bermeditasi disitu, Dang Hyang Dwijendra kedatangan  pengunjung dari Desa Kerobokan yang datang untuk meminta bantuan. Orang-orang dari desa itu  mengatakan kepada Dang Hyang Dwijendra tentang tanah di dekat desanya yang sangat misterius karena setiap kali seseorang mencoba memasuki tanah tersebut, orang yang bersangkutan akan jatuh sakit. Sebagai solusinya, Dang Hyang Dwijendra mengatakan kepada perwakilan desa tersebut agar  membangun Pura dan melakukan persembahan di Pura tersebut.
Lalu dibangunlah Pura di daerah tersebut dan ajaibnya berhasil membuat daerah itu menjadi lebih ramah terhadap penduduk. Tidak ada suasana menyeramkan lagi. Apalagi sekarang Pura ini dikelilingi oleh berbagai pusat keramaian, seperti hotel, galeri dan restoran. Tetapi Petitenget di malam hari tetap terasa lebih sunyi dibandingkan Legian atau Kuta.

9. Goa Gajah

Lokasi: Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatu, Kabupaten Gianyar, Bali.
Pura Goa Gajah adalah salah satu pura tertua dan bersejarah yang menjadi simbol dan saksi perkembangan peradaban masyarakat Hindu dan Budha di pulau Bali. Goa gajah jika di artikan maka bermakna gajah. Mengapa di namakan Goa Gajah? karena salah satu kompleks pura terdapat sebuah goa dengan ukiran besar di pintu masuknya yang menyerupai gajah, maka itulah pura ini disebut pura goa gajah.
Sejarah
Pura Gajah Sendiri masih memiliki perdebatan kapan di bangun secara detail, namun menurut catatan kerajaan Majapahit yang bertahun 1365 AD menyatakan bahwa pura Goa Gajah di bangun oleh sebuah kerajaan di Bali bernama kerajaan Bedahulu pada abad ke 11 AD. atau sebelum pengaruh budaya kerajaan Majapahit masuk ke pulau Bali. Dalam catatan tersebut juga menyebutkan bahwa Pura Goa Gajah digunakan untuk pemujaan oleh dua agama sekaligus yaitu Hindu dan Buddha atau saat itu disebut dengan agama Siwa-Budha dan dalam perkembangan selanjutnya ketika popularitas agama Budha meredup pura Goa Gajah tetap digunakan pemeluk Hindu sebagai tempat pemujaan. Kompleks candi ini juga adalah sebuah situs arkeolog dimana pada bagian halaman pura terdapat banyak potongan-potongan arca dan candi yang belum selesai disusun.

Tentang Pura Goa gajah

Di dalam kompleks Pura Goa Gajah tidak hanya terdapat sebuah Goa besar saja namun ada bangunan lain seperti pancuran air dari beberapa arca, airnya sendiri adalah sumber air dari pertemuan dua mata air dimana dalam masyarakat Hindu Bali hal tersebut adalah hal yang dipandang sebuah sebuah hal yang sangat suci. Terdapat juga sebuah arca dewa Ganesha sebagai dewa pelindung dalam kepercayaan agama Hindu. pada sudut lainnya terdapat reruntuhan bekas candi bercorak Buddha yang dipahat pada bebatuan cadas.
Suasana dari kompleks Pura Goa Gajah sendiri penuh dengan kedamaian, bentuk arsitekturnya membawa anda era masa lalu khas era kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dan Buddha. Anda juga diperkenankan untuk memasuki Goa utama di pura ini, didalamnya terdapat bilik-bilik yang dulunya dipercaya digunakan untuk bermeditasi.
Pura ini dibuka untuk umum namun ada pengecualian bagi para wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan untuk memasuki wilayah pura untuk menjaga kesucian Pura itu sendiri.

No comments:

Post a Comment

KEPUTUSAN KETUA KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKANOMOR: 05 TAHUN 1984 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN SATUAN KARYA PRAMUKA WANABAKTI

KEPUTUSAN KETUA KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR: 05  TAHUN  1984 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN SATUAN KARYA PRAMUKA...